SENJATA BERBALUT SELENDANG

Cerpen Karya Wisnu C Purnomo

SENJATA BERBALUT SELENDANG

Perempuan tua itu membuka gorden jendela kamarnya. Angin sore menyisir rambutnya yang putih termakan waktu, menerpa kulit yang berkerut diukir usia. Bertiup dari luar jendela angin itu seperti sahabat karib yang selalu mengunjunginya. Dibalik jendela kamarnya Perempuan tua yang sudah sangat lemah memandang ujung gang, yang di ujung gang tersebut terkibar bendera putih yang terayun-ayun oleh angin. Permpuan tua terus memandang kosong ujung gang dari dalam kamarnya dengan bertumpu pada kursi roda yang telah menemaninya selama sepuluh taun setelah penyakit tetanus menjangkit kakinya. Lamunan perempuan tua itu menjadi lamunan yang tidak dapat dilupakan oleh perempua tua tersebut, karena jauh masuk ke gang yang iya pandang terbujur kaku seorang sahabat seperjuangan yang bersiap untuk melapor kepada yang kuasa. Pandangan Perempuan itu tak disengaja telah meneteskan butiran-butiran air mata haru bercampur duka. Perempuan tuan itu menegok kearah alamarinya, dan di lihatnya seonggok senjata tua miliknya. Senjata tersebut telah membawa perempuan tua yang bernama Asih tersebut bangga dengan perjuangannya waktu muda. Sesekali perempuan tua itu menengok kearah keluar jendela, lagi-lagi dilihatnya bendera putih yang menari-nari terterpa angin. Pandangan terhadap bendera putih tersebut telah membawa pikirannya kemasalalu.
‘’Asih!’’ Panggil seorang wanita bernama Astuti. Asih pun menjawab,’’ Ada apa Astuti?’’ Astuti,’’ Ayo ikut saya, dan bawa selendang kesayanganmu.’’ Asih’’ Kamu mau ajak aku kemana?’’ Astuti,’’ Ikut saya ke Arsenal milik Belanda, kita ambil senjata untuk ikut berjuang memmerdekakan negri ini.’’ Dengan membawa selendang kesayangan mereka masing-masing Asih dan Astuti berjalan meninggalkan pelataran depan rumah Asih untuk menuju arsenal. Dijalan setapak yang mereka lewati sesekali mereka berpaparasan dengan jeep jeep tentara Belanda yang sedang berpatroli.
Bruuuum bruuum bruuum suara jeep dan panser tentara Belanda yang berada di depan arsenal Belanda. Melalui sisi belakang arsenal yang dianggap paling longgar penjagaanya Asih dan Astuti menyusup sambil menyamar sebagai wanita pemasak makanan. Dengan sesuai tujuan Asih dan Astuti berhasil memasuki arsenal milik Belanda. Hehemmmm seorang Kompeni memergoki keberadaan mereka, dengan badan yang langsung mendingin Asih dan Astuti menengok kearah suara geraman orang tersebut. Wajah garang dengan senjata yang menunjuk kearah Astuti. ‘’Ngapain kaliyan disini’’, pembantu dilarang berada di sini.’’ Kata kompeni. Asih menjawab dengan gugup,’’ Iiiiya tuan kami akan segera kembali bekerja’’. Dengan senjata yang terus di arahkan ke arah Astuti dan Asih, kompeni tersebut mengawasi langkah Asih dan Astuti pergi dari tempat peti-peti penyipanan senjata. Setelah kompeni menganggap dua perempuan muda itu aman Kompeni itu langsung pergi dari tempat tersebut. Mendengar suara langkah sepatu Asih menengok kearah Kompeni. Dengan suara bisik-bisik Asih brkata,’’ Astuti, berhenti di sini aja, Kompeni itu sudah pergi, ayo sekarang kesempatan kita mengambil senjata.’’
Pelan-pelan Astuti membuka peti penyimpanan senjata dan amunisi. Di sisi lain Asih berjaga untuk mengawasi keadaan. Dengan bergantian tugas, ahkirnya misi mereka berdua mengambil senjata dan amunisi berhasil dilaksanakan. Senjata-senjata dan amunisinya tersebut mereka gendong dengan menggunakan selendang  yang telah mereka bawa. Dengan kepenuh waspadaan Asih dan Astuti menggendong senjata menuju kampung mereka.
Tanpa beristirahat terlebih dahulu, setibanya di kampong Asih dan Astuti mengunjungi rumah-rumah warga dan membagi senjata beserta amunisinya yang mereka curi dari arsenal milik Belanda. Warga yang Asih dan Astuti kunjungi awalnya sangat ketakutan untuk menyimpan senjata tersebut, ‘’Nak, kami  takut menyimpan senjata ini, kami takut kalau nantinya kompeni-kompeni itu menggeledah rumah kami untuk minta upeti.’’,kata seorang bapak pemilik salahsatu rumah yang mereka kunjungi. Astuti,’’ bapak balut senjata beserta amunisinya ini dengan selendang.’’ Asih,’’ Dengan demikian para Kompeni-Kompeni tersebut tak akan mengira bahwa kalian memiliki senjata.’’.Setelah diskusi panjang ahkirnya warga mau menerima senjata tersebut untuk berjaga-jaga.
Kukuruyuk, tog..tog.. tog.. tog.. tog, di pagi hari itu suara ayam beradu dengan suara kentongan yang sebagai tanda bahwa para kompeni Belanda memasuki kampung untuk meminta upeti kepada warga. Satu persatu  rumah warga di geledah dan cadangan makanan mereka di ambil tanpa sisa. Para Kompeni Belanda itu meminta upeti tak hanya makanan, namun biasa berupa anak gadis yang baru dewasa. Suasana mencekampun berlalu, setelah para kompeni Belanda meninggalkan kampung. Benar, tanpa dicurigai sedikitpun senjata yang dibungkus selendang tersebut tak ada yang ketauan satupun.
Hari demi hari, minggu demi minggu telah berlalu. Keadaan kampung masih saja di tindas oleh para Kompeni yang bermarkas tidak jauh dari kampong mereka. Geram dengan itu semua,  Asih mendatangi rumah Astuti. Asih berkata,’’ Astuti kita harus melkukan sesuatu untuk mengusir para Kompeni-Kompeni biadab itu.’’ Astuti;’’ Maksud mu?’’, Asih,’’ Kita harus menggerakkan warga untuk mengusir mereka, dengan cara memanfaatkan senjata yang telah kita bagikan ke pada warga.’’ Astuti,’’ Setuju, kalo begitu hari ini juga kita susun setrategi untuk mengusir Kompeni-Kompeni biadap itu dari negri kita’’. Setelah mengunjungi waraga rumah perumah Astuti dan Asih berhasil menyakinkan warga untuk mengusir Kompeni-Kompeni biadab tersebut  dari negri mereka.
Keadaan bulan malam itu menampakkan seluruh cahaya yang sangat terang layaknya  semangat warga  yang berkobar-kobar. Para warga sedang berkumpul dibalai kampung dengan di koordinir oleh Asih dan Astuti . Dengan semangat yang membara Asih dan Astuti memimpin penyampaian setrategi perang yang akan mereka terapkan untuk mengusir kompeni Belanda dari negri mereka. Asih,’’ warga kampong Majarata!, kita harus mampu mengusir Kompeni-kompeni Belanda itu dari negri kita tercinta.’’, tanpa di koordinir para warga menjawab ‘’ benar, ayo kita usir mereka dari negri kita, dengan serentak. Waktu menunjukkan pukul satu dinihari. Asih, Astuti dan warga masih menyusun setrategi perang. Sebelum azan subuh di kumandangkan setrategi perang telah di selesaikan, dengan hasil warga mengepung arsenal milik  Belanda melalui  segala arah. Perang dimulai dengan tanda ada lemparan geranat kearah arsenal.  Dengan demikian pertanda serbuan senjata dan desakan dari warga kearah dalam arsenal dimulai. Serbuan tersebut akan dilakukan hari itu juga sehabis shalat subuh.
Allahhuakbar allahuakbar…….. azan subuh berkumandang. Warga lekas menuju ke langgar dekat balai kampong. Setelah selesai menunaikan ibadah shalat subuh para warga segera pulang untuk mengambil sejata yang di beri Asih dan Astuti di rumah mereka masing-masing. Sebelum fajar menyingsing warga telah mengepung arsenal milik Belanda. ‘’Merdeka’’, kata salahsatu warga sambil melempar geranat. Letusan hebat terjadi di Aarsenal milik Belanda. Dengan tanda tersebut warga merangsek kearah arsenal dengan menembaki para Kompeni-Kompeni Belanda. Peperangan terjadi, korban berjatuhan dari kedua pihak. Melalui sisi belakang arsenal Asih dan Astuti menyelamatkan para gadis-gadis yang berhasil di ambil paksa oleh para Kompeni dari rumah mereka. Dor dor dor dum dor dum suara senapan bersahut sahutan. Dua jam lebih kontak senjata terjadi. Setelah dianggap tidak ada serangan warga berani memasuki ruangan arsenal milik Belanda. Di awali oleh ketua kampong yang juga Ayah Asih, warga memasuki arsenal, dan dilihat Kompeni-kopeni Belanda telah tewas. Seampainya di salahsatu ruangan kejutan terjadi. Salah satu warga menginjak ranjau. Ranjau tersebut meledak. Warga banyak yang terluka dan meninggal saat ranjau tersebut meledak. Ayah Asih pun salah satu warga yang tewas.
Setiap perbuatan pasti ada resikonya. Istilah tersebut dihadapi warga kampong Majarata. Asih kehilangan keluarga satu-satunya yang tersisa yaitu Ayahnya. Astuti yang sudah hidup sebatangkara semakin bersedih atas meninggalnya warga yang telah menjadi keluarganya selama ini. Namun Asih, Astuti dan para warga lainnya bangga karena Kompeni-Kompeni Belanda berhasil di usir dari negri mereka bahkan dunia ini. Dan gadis-gadis yang selama ini di rampas dari keluarganya kali ini telah kembali ke keluarga mereka masing-masing. Arsenal milik Belanda yang berisi senjata, amunisi dan bom dikuras habis oleh warga. Semua isi arsenal di pindahkan dengan di simpan di dalam tanah, dengan cara di kubur dan arsenal milik Belanda di  robohkan warga.
‘’Nek, nenek’’, panggil gadis berparas cantik. ‘’Apa cucuku?’’, Perempuan tua berkata. Gadis cantik,’’ ayo nek kita ke rumah Nenek Astuti sahabat nenek, untuk ikut menyolatkan jenazahnya.’’. Tanpa panjang lebar cucu perempuan tua itu langsung  mendorong kursi roda nenknya yang bernama Asih. Air mata perempuan tua itu menetes setelah memasuki tempat sahabatnya berbaring kaku. Airmatanya semakin jelas setelah melihat selendang dan senapan milik sahabatnya itu juga di pajang di almari. Allahuakbar, suara imam membaca tabir untuk mengawali solat jenazah terhadap jenazah nenek Astuti. Di barisan paling ahkir dengan terus berada di kursirodanya Perempuan tua itu ikut menyolatkan jenazah sahabatnya.  Tangisan dari keluarga dan sanak sodara nenek Astuti mengiringi prosesi pengantaran jenazah dan pemakaman jenazah. Perempuan tua itu tak sampai hati untuk mengantarkan sahabatnya ke pemakaman pahlawan untuk dimakamkan, iya lebih memilih untuk pulang dan mendoakan sahabatnya di rumah.
Malam hari setelah pemakaman nenek Astuti, Perempuan tua itu menunaikan sholat isya berjamaah di musola kecil di rumahnya dengan anak dan cucunya. ‘’Asalamualaikum Wrb- Asalamuallaikum Wrb’’, salatpun telah usai. Saat cucu satu-satunya Nenek Asih menengok kearah neneknya, iya mendapati kepala neneknya mendungkluk dengan nafas yang sudak tak berhembus lagi. Sang cucupun lalu menangis dan seisi musola bertanya kenapa iya menangis. Cucu nenek pun menjawab,’’ nenek telah tiada.’’ Seisi musola mengucap Inalilahi wainailaihirijiun. Keesokan harinya Asih dimakamkan di sebelah sahabnya Astuti. Kedua  makam bertancapkan bendera merah putih.

                Wisnu C Purnomo Sleman, 11 April 2012

Comments

Popular posts from this blog

PEMBERDAYAAN WISATA ALAM (Artikel laporan KKN UII)

SERAGAM UNTUK CALON DOKTER KEMBAR