SERAGAM UNTUK CALON DOKTER KEMBAR
Cerpen Karya Wisnu C Purnomo
SERAGAM
UNTUK CALON DOKTER KEMBAR
Perempuan tua itu
membuka gorden jendela kamarnya. Angin sore menyisir rambutnya yang putih
termakan waktu, menerpa kulit yang berkerut diukir usia. Bertiup dari luar
jendela angin itu seperti sahabat karib yang selalu mengunjunginya. Dibalik
jendela kamarnya Perempuan tua yang sudah sangat lemah itu, memandangi bendera
merah putih yang berkibar di halaman depan sebuah Sekolah Dasar. Dengan
bertumpu pada sebuah kursi roda, Sesekali perempuan tua itu memandangi bingkai foto
yang terletak di meja kamarnya. Bingkai foto itu berisikan foto perempuan tua
itu bersama kakanya yang sekaligus sodara kembar wanita tua itu. Dengan terus
berada di sebelah jendela kamarnya dengan sesekali memandangi bendera merah putih yang berkibar-kibar di
halaman Sekolah Dasar, wanita tua itu mengambil bingkai foto yang ada di meja
dekat iya berada. Di atas kursi roda yang iya pakai sejak perempuan tua itu
terkena struk, perempuan tua itu memegangi bingkai foto dengan kedua tangannya.
Tak di sengaja air mata perempuan tua itu menetes. Tetesan air mata perempuan
tua itu jatuh tepat pada sela-sela nama yang ada di foto tersebut. Nama itu
bertuliskan Nanda dan Ninda. Nama Nanda dan Ninda adalah nama perempuan tua itu
dengan sodara kembarnya. Perempuan tua itu sudah sejak tiga tahun yang lalu di
tinggal oleh kakanya yang bernama Ninda dan suaminya yang lebih dulu menghadap
Allah. Pandangan perempuan tua itu pada foto yang iya pegang telah membawa
pikirannya ke masalalu.
‘’Kak, pulang sekolah cepat pulang ya’’, Kata Nanda.
Ninda dan Nanda hidup sebatangkara, mereka kehilangan kedua orang tua mereka
sejak si jago merah membumi hanguskan
kampong mereka. Kedua anak kembar tersebut selamat dari kejadian kebakaran
karena saat si jago merah mengamuk mereka sedang mengaji di kampong sebelah.
Dengan saling bahu membahu dalam bertahan hidup, Ninda dan Nanda rela mengamen
demi bisa makan dan melanjutkan sekolah. Di kelas lima Nanda dan Ninda
memutuskan untuk tidak bersama-sama bersekolah pada jam yang sama. Mereka bersekolah
bergantian waktu. Ninda masuk sekolah pada pagi hari, sedangkan Nanda
bersekolah pada siang hari. Dengan demkian satu setel seragam sekolah pemberian tetangga bisa mereka
gunakan secara bergantian. Walau hanya memiliki satu buah seragam kedua anak
tersebut tidak pernah mengeluhkan keadaan itu.
Impian memiliki seragam sekolah masing-masing pun
menjadi angan-angan mereka. Hasil mengamen yang kadang tidak cukup untuk makan
dan biaya sekolah, kedua anak kembar itu masih menyempatkan untuk menabung demi
membeli seragam sekolah. ‘’Kak, kapan ya uang kita bisa terkumpul buat beli
seragam baru?’’ kata Nanda. Ninda pun menjawab ‘’Sabar saja, nanti uang
celengan kita kalo sudah cukup buat beli seragam kita akan beli seragam, sabar
ya dek.’’ Walau umur mereka berdua hanya selisih sepuluh menit Ninda memiliki
sifat yang lebih dewasa. Ninda bersikap layaknya seorang kakak yang umurnya
jauh di bandingkan adiknya. Hal tersebut tidak seterusnya terjadi. Ninda tak
jarang hatinya harus di tenangkan oleh Nanda karena gejolak hidup mereka yang
sangat berat.
‘’Pergi kalian…., pergi dari sini,’’ kata pemilik
rumah gubung bekas bangunan rumah keluarga Nanda dan Ninda yang hangus
terbakar. Ninda dan Nanda berkata,’’ jangan bu, jangan usir kami, kami tidak
punya tempat tinggal lain.’’. ‘’Ahhhh
bukan urusanku!, terserah kalian mau tinggal dimana, yang penting rumah ini
yang bangun gue, kan rumah kalian sudah kebakar.’’ Kata pemilik gubug. Dengan
alasan yang tidak jelas mereka berdua di usir oleh keluarga yang membangun
gubug di bekas rumah keluarga Nanda dan Ninda. ‘’Kak, kita harus tinggal di
mana ni?, sedangkan kita di Jakarta tidak punya sodara,’’ Tanya Nanda pada
kakaknya. Ninda pun terdiam. Dengan membawa tas sedikit robek di sana sini yang
berisi pakean-pakean kummel yang mereka miliki, keduanya terus berjalan
menyusuri trotoar. Tanpa dipikir panjang Ninda menggandeng Nanda untuk berteduh
di emperan ruko yang sudah tutup karena waktu sudaah menunjukkan pukul duabelas
malam.
Masih di malam yang sama kedua anak kembar itu
melanjutkan perjalanan pagi harinya.
Saat melintas di sebuah langgar kecil di dekat ruko, mereka mampir untuk
menunaikan sholat subuh. Awllahuakbar- alahuakbar…., iqomah pun berbunyi
menandakan solat subuh segera akan di laksanakan. Setelah selesai menunaikan
sholat subuh, mereka berniat untuk meneruskan perjalanan yang tanpa tujuan.
‘’Nak, kalian anak kampung sebelah ya?’’, Tanya seorang bapak-bapak penjaga
langgar. ‘’iiiya pak, kenapa?, jawab Nanda. ‘’ Kalian subuh-subuh begini
membawa tas yang penuh pakaian mau kemana? Tanya Bapak penjaga langgar yang tau
isi tas tersebut karena tas mereka sedikit robek. ‘’Kami mau mencari tempat
tinggal, kami di usir dari gubug tempat kami tinggal.’’ jawab Ninda. Bapak
penjaga langgar,’’ kalo begitu kalian tinggal di sini saja, kebetulan di
belakang langgar ada gudang yang masih bisa kalai di pakai untuk tinggal.’’
Empat bulan berlalu. Nanda dan Ninda tinggal di
gudang suatu langgar. Mereka berdua hidup bersama bapak-bapak penjaga langgar. Dengan
tinggal di tempat yang baru, mereka merasakan tinggal dengan nyaman. Dengan
kenyamanan tinggal, kedua anak tersebut telah berhasil naik kelas enam Sekolah
Dasar dengan ranking yang membanggakan
dan mereka berdua berhasil mendapatkan beasiswa prestasi gratis sekolah sampai
SMA. Impian mereka memiliki seragam baru pun sudah akan terwujud. Uang celengan
mereka sudah cukup untuk membeli dua setel seragam sekolah merah putih. Ninda
berkata,’’ kita harus bersukur, walau kita di beri cobaan yang begitu berat
kita sanggup untuk melewatinya.’’ Nanda,’’ benar tu kak, kita harus lebih giat
belajar untuk meraih cita-cita kita menjadi dokter kembar.’’
Tak, krincing-krincing. Suara celengan yang di pecah
dan uang receh yang terjatuh di lantai sebuah toko seragam. Suara-suara itu
bagi Nanda dan Ninda adalah suara yang selama ini hanya bisa mereka bayangkan,
sekarang telah menjadi kenyataan. Seragam merah putih baru sudah di tangan dan
uang celengan pun sisa. Nanda dan Ninda memutuskan untuk membelikan Bapak
penjaga langgar hadiah.
Assalamualaikum, walaikum salam, jawab Bapak penjaga
langgar, Ninda,’’ Pak ini kami ada hadia untuk bapak, sebagai tanda terimakasih
dari kami.’’ Penjaga langgar,’’ wah sarung ini bagus sekali, terimakasih ya
nak, bapak tidak akan melupakan kebaikan kalian.’’ Penjaga langgar,’’ oo iya,
mana seragam kalian yang baru?, bapak pingin lihat!’’. Menjawab pertanyaan
tersebut Nanda dan Ninda langsung bergegas ke gudang langgar untuk memakai seragam
mereka yang baru. Setelah seragam sudah di pakai mereka menunjukkan kepada
Bapak penjaga langgar. ‘’wah pasti di awal masuk kelas enam nanti kalian tampak
cantik dengan seragam merah putih baru bertambah jilbab putih dan tentunya
sepatu baru’’. Kata Bapak penjaga langgar dengan memberikan hadiah dua pasang
sepatu baru kepada Nanda an Ninda. Nanda dan Ninda sangat terkejut dengan
hadiah yang di berikan Bapak penjaga langgar dengaan langsung mencium tangan
tanda ucapan terimakasih.
‘’Nenek’’, suara seorang gadis memanggil . ‘’nek,
kita jadi pergi berziarah ke tempat makam orang tua nenek, kakek ,kakak nenek
dan kakek penjaga langgar tempat nenek dulu pernah tinggal?’’. Perempuan tua yang bernama Nanda,’’ Jadi, ayo
cucuku kita kesana.’’ Perempuan tua itu pergi dengan cucunya. Saat akan
memasuki mobil perempuan tua itu di gendong untuk di dudukan di jok mobil. Dan
kursi rodanya di lipat dan di taruh di bagasi mobil. Sesampainya di pemakaman,
Perempuan tua itu lalu berdoa di ke lima makam yang kebetulan berjejer. Suara
bisik di keluarkan Perempuan tua saat berada di sebelah makam
kembarannya,’’Dokter kembar akan selalu
di kenang walau kamu telah tiada.’’
Malam hari setelah ziarah, Perempuan tua itu
menunaikan sholat isya berjamaah di musola kecil di rumahnya dengan anak dan
cucunya. ‘’Asalamualaikum Wrb- Asalamuallaikum Wrb’’, salatpun telah usai. Saat
cucu satu-satunya Nenek Asih menengok kearah neneknya, iya mendapati kepala
neneknya mendungkluk dengan nafas yang sudak tak berhembus lagi. Sang cucupun lalu
menangis dan seisi musola bertanya kenapa iya menangis. Cucu nenek pun
menjawab,’’ nenek telah tiada.’’ Seisi musola mengucap Inalilahi
wainailaihirijiun. Keesokan harinya Nanda dimakamkan di sebelah kembarannya
Ninda.
Wisnu C Purnomo Sleman, 10 Mei 2012
Comments
Post a Comment